Penulis: Mei Nurul | Editor: Aufia

Selain terkenal akan keindahan Danau Tobanya, yang tak kalah memukau dari Sumatera Utara adalah kekayaan etnik dan budayanya. Ragam rumah adat Sumatera Utara adalah salah satu contohnya. Tak hanya sebagai tempat tinggal, rumah adat Sumatera Utara juga memiliki nilai filosofi dan berbagai keunikan.

Seperti yang kita tahu, penduduk asli Sumatera Utara terdiri dari Suku Batak Toba, Suku Batak Karo, Suku Melayu, Suku Pesisir, Suku Mandailing, Suku Simalungun, Suku Pakpak, dan Suku Nias. Masing-masing suku tersebut memiliki rumah adat tersendiri dengan bentuk, arsitektur dan desain yang beragam; sesuai dengan tradisi tiap suku.

Nah, kira-kira apa saja ragam rumah adat Sumatera Utara beserta keunikan dan filosofinya? Daripada penasaran, yuk kepoin artikel berikut!

Keunikan Rumah Adat Sumatera Utara

Tampak Memukau, Ini 7 Rumah Adat Sumatera Utara dan Filosofinya 2

Setiap rumah adat di Indonesia tentu memiliki bentuk, desain dan arsitektur beragam. Lalu, bagaimana dengan rumah adat Sumatera Utara? Apa keunikannya?

Secara garis besar, keunikan rumah adat Sumut terletak pada bentuk atap bangunannya. Ada yang berbentuk seperti perahu, segitiga runcing, atau bahkan berbentuk seperti gunting. Wah, unik banget kan Bund! Untuk lebih jelasnya, langsung scroll ke bawah, yuk!

Ragam Rumah Adat Sumatera Utara dan Filosofinya

Rumah adat Sumatera Utara terdiri atas 7 ragam yang berbeda-beda, Bund! Berikut nama dan penjelasan singkatnya:

1. Rumah Adat Bolon

Inilah rumah adat Sumut yang paling kita kenal, Rumah Adat Bolon. Selain menjadi simbol dan identitas suku Batak, rumah adat ini juga memiliki sejarah dan filosofi di dalamnya.

Konon, pada zaman dahulu, Rumah Bolon merupakan tempat tinggal 13 raja dari Sumatera Utara. Seiring perkembangan jaman, Rumah Bolon bisa ditinggali oleh penduduk lokal. Umumnya, rumah ini berfungsi sebagai hunian dan tempat melaksanakan kegiatan adat. Sayangnya saat ini jumlahnya kian berkurang.

Rumah berjenis panggung ini berbentuk persegi panjang dengan banyak tiang penyangga setinggi 1,75 meter. Cukup tinggi kan? Itulah sebabnya, Rumah Bolon dilengkapi tangga yang anak tangganya wajib berjumlah ganjil. 

Dinding dan tiang penyangga Rumah Bolon berasal dari kayu, sementara atapnya dari ijuk, rumbia, bahkan seng. Bagian rumahnya dibiarkan terbuka tanpa sekat. Umumnya dihuni 4-6 anggota keluarga.

Tak sampai di situ, atap Rumah Bolon berbentuk seperti perahu, dengan ujung bagian depan dan belakang dibuat lancip. Bentuk tersebut diyakini merupakan simbol doa agar kelak keturunan pemilik rumah bisa lebih sukses dari leluhurnya.

2. Rumah Adat Karo

Tampak Memukau, Ini 7 Rumah Adat Sumatera Utara dan Filosofinya - rumah batak karo

Melihat bentuknya, rumah adat Karo ini termasuk salah satu rumah adat paling tinggi dan besar. Bahkan, tingginya bisa mencapai 12 meter, lho Bund! 

Rumah panggung ini disangga dengan 16 tiang yang bersandar pada batu-batu besar. Sedangkan bagian atapnya terbuat dari ijuk hitam yang diikat pada kerangka anyaman bambu. 

Menariknya, bangunan ini sama sekali tidak menggunakan paku, lho. Sebagai gantinya, setiap bagiannya dililit menggunakan kay. Meski begitu, jangan diragukan lagi soal kekuatannya!

Rumah Adat Karo juga sering disebut Rumah Adat Siwaluh Jabu. Artinya rumah yang dihuni oleh 8 keluarga. Tiap keluarga memiliki peranan tersendiri sesuai keputusan pemangku adat setempat.

Suku Karo menggunakan bagian dasar rumah sebagai tempat menyimpan hewan peliharaan. Hal ini merupakan simbol bahwa dunia bawah merupakan perlambangan keburukan dan kejahatan.

3. Rumah Adat Pakpak

Tampak Memukau, Ini 7 Rumah Adat Sumatera Utara dan Filosofinya - rumah pakpak

Ciri utama rumah adat Pakpak adalah bentuk atapnya yang seperti tanduk kerbau. Filosofinya adalah untuk melambangkan semangat kepahlawanan pemilik rumah tersebut.

Selain itu, rumah adat ini memiliki tampilan warna yang cerah, seperti merah dan oranye, khususnya pada bagian atap dan dinding rumah. Akan tetapi ada juga rumah Pakpak yang masih menggunakan warna hitam dan coklat pada atapnya serta warna putih di bagian dinding.

Rumah adat yang juga disebut Jerro ini memiliki fungsi utama sebagai tempat untuk melaksanakan musyawarah. Terutama untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat.

4. Rumah Adat Mandailing

Tampak Memukau, Ini 7 Rumah Adat Sumatera Utara dan Filosofinya - rumah mandailing

Mulanya, rumah adat Mandailing disebut sebagai bagas godang atau kediaman para raja. Akan tetapi, saat ini sudah menjadi warisan budaya dan bisa digunakan oleh masyarakat Mandailing sebagai tempat musyawarah dan pertemuan warga.

Uniknya, rumah ini berbentuk persegi panjang ke belakang dengan bagian atap yang berbentuk segitiga. Bagian atap atasnya berbentuk seperti gunting yang dijuluki dengan bentuk terop silengkung dolok alias bentuk atap pedati.

Rumah berjenis panggung ini memiliki penyangga utama berjumlah ganjil yang terbuat dari kayu besar. Sementara atapnya dari ilalang atau daun kering.

Pada zaman dahulu bagas godang dibuat tanpa pagar. Bukan tanpa alasan, hal ini karena Suku Mandailing memegang teguh filosofi atau nilai luhur ‘holong dohot domu’, Artinya adalah saling menyayangi sesama dan berbuat baik kepada orang lain tanpa pandnag bulu.

5. Rumah Adat Simalungun

Tampak Memukau, Ini 7 Rumah Adat Sumatera Utara dan Filosofinya - Simalungun

Rumah adat dengan tipe panggung ini berbentuk limas dan bagian kolongnya dibuat setinggi 2 meter. Tujuannya untuk menghindari serangan hewan liar. Sementara itu, bagian kaki-kakinya terbuat dari kayu penyangga yang diukir dan diberi warna.

Uniknya pintu rumah adat Simalungun dibuat lebih pendek sehingga tamu harus membungkuk saat masuk rumah. Maknanya adalah sebagai bentuk penghormatan tamu kepada pemilik rumah.

6. Rumah Adat Nias

Rumah adat yang juga berbentuk panggung ini memiliki 2 jenis, yaitu Omo Hada dan Omo Sebua. Omo Hada umumnya digunakan untuk masyarakat Nias biasa, sedangkan rumah adat Omo Sebua untuk para petinggi dan bangsawan Nias.

Meski begitu, bentuk keduanya tak jauh berbeda. Hanya saja ukuran Omo Sebua lebih tinggi daripada Omo Hada. Tinggi kolong panggung Omo Sebua sekitar 2-5 meter sedangkan, Omo Hada hanya 1-2 meter saja.

Selain itu, atap rumah Omo Hada terbuat dari rumbia, sementara Omo Sebua menggunakan atap dari tanah liat. Kedua rumah adat ini memiliki penyangga yang terbuat dari kayu nibung serta pondasi yang kokoh berupa balok diagonal.

Pemilihan bentuk rumah panggung dan material alam erat kaitannya dengan falsafah hidup dan budaya lokal masyarakat Nias.

7. Rumah Adat Angkola

Terakhir ada rumah adat Angkola yang umumnya didominasi dengan warna coklat tua, orange, dan putih. Lantai dan dindingnya terbuat dari papan kayu, sedangkan atapnya berasal dari ijuk dan tanah liat.

Menariknya, rumah adat Angkola berbentuk kotak dengan atap yang lebih besar pada bagian depannya, kemudian di atasnya ada atap kecil yang berbentuk segitiga. 

Pada bagian atas pintu terdapat lukisan grongga yang memiliki makna kekutan persaudaraan antar masyarakat.

Itulah beberapa ragam rumah adat Sumatera Utara beserta ciri khas dan makna filosofinya. Semoga keberagaman budaya Indonesia tetap lestari dan bisa diwariskan ke anak cucu kita kelak, ya Bund!

Baca Juga:

Sumber