Penulis: Aulia Elsa | Editor: Handa

Dalam berumah tangga, pasangan suami istri pasti ingin rumah tangganya harmonis dan jauh dari berbagai masalah. Hal itu juga berlaku dalam agama Islam, membangun rumah tangga adalah ibadah panjang yang tentunya membawa pahala. Maka dari itu, Islam mengajarkan untuk menjadikan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah.

Namun terkadang, tidak selamanya rumah tangga berjalan mulus dan harmonis. Ada masalah yang muncul dan menguji pertahanan rumah tangga, bahkan jika keduanya tidak dapat mempertahankan, bisa mengakibatkan retaknya rumah tangga hingga berakhir pada perceraian.

Ketika meminta cerai pun tidak boleh sembarangan, tidak terkecuali bagi istri. Dalam islam, ada hukum tersendiri ketika istri meminta cerai kepada sang suami. Seperti apa penjelasannya? Simak ulasan di bawah ini.

Pengertian Cerai dalam Islam

Gugat cerai adalah sebuah istilah yang diberikan kepada seorang istri yang mengajukan cerai kepada sang suami. Permintaan cerai itu diajukan oleh pihak wanita ke pengadilan dan nantinya pengadilan yang akan memproses apakah akan menyetujui atau menolak gugatan cerai yang diajukan. Walaupun keputusan cerainya ada di tangan suami, kalau pengadilan atau hakim menyetujui gugatan yang diajukan pihak istri, maka hakim bisa memaksa pihak suami untuk menjatuhkan talak kepada sang istri.

Di dalam islam, gugat cerai punya dua istilah, yaitu fasakh dan khulu. Fasakh adalah lepasnya ikatan nikah antara suami dan istri tidak mengembalikan maharnya atau memberikan kompensasi kepada suaminya. Sedangkan khulu adalah gugatan cerai istri dimana sang istri mengembalikan harta atau maharnya kepada suami.

Hukum Istri Minta Cerai

Seorang istri atau wanita diperbolehkan menggugat cerai suaminya asal syarat dan alasannya jelas. Dalam sebuah hadis, seorang wanita yang merupakan istri Tsabit bin Qais merasa takut berbuat kufur karena ia tidak menyukai suaminya. Ia mendatangi Nabi SAW dan berkata:

“Wahai, Rasulullah. Aku tidak mencela Tsabit bin Qais pada akhlak dan agamanya, namun aku takut berbuat kufur dalam Islam,”

Maka Nabi bersabda, “Apakah engkau mau mengembalikan kepadanya kebunnya?” Ia pun menjawab, “Ya, Rasulullah,”

Lalu Nabi pun bersabda: “Ambillah kebunnya, dan ceraikanlah dia.” (HR al-Bukhari).

Sedangkan bagi istri yang menggugat cerai suaminya tanpa alasan yang jelas atau syar’i, hukumnya adalah haram. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas perempuan tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Rukun serta Syarat-syarat Sah Gugat Cerai

Gugatan cerai atau khulu bisa dikatakan sah jika memenuhi beberapa rukun khulu’ dan syarat-syaratnya, antara lain:

  • Suami yang melepas atau menceraikan istrinya dengan menerima suatu tebusan
  • Istri yang meminta agar diceraikan oleh suaminya dengan memberikan tebusan
  • Ada uang tebusan
  • Ada sigat atau ucapan cerai dari sang suami kepada istrinya
  • Terpenuhinya alasan terjadinya khulu

Khulu atau gugat cerai tidak akan sah jika pihak suami tidak rela, maka dari itu perlu kesepakatan dari kedua belah pihak. Namun hakim dapat membantu memutuskan secara sepihak jika tidak ada perlawanan hukum dari pihak suami.

Selain itu, hal yang berkaitan dengan nominal tebusan pun juga harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Pihak suami harus memiliki kerelaan untuk menerima tebusan dan dari pihak istri juga harus ada kesanggupan untuk membayar tebusan. Persyaratan tersebut juga telah disebutkan oleh Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syirazi dalam al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i (Damaskus: Dar al-Qalam, 1992), juz II, hal. 489.

“Apabila seorang perempuan benci terhadap suaminya karena penampilannya yang jelek, atau perlakuannya yang kurang baik, sementara ia takut tidak akan bisa memenuhi hak-hak suaminya, maka boleh baginya untuk mengajukan khulu dengan membayar ganti rugi atau tebusan.”

Alasan Seorang Istri Meminta Cerai Suaminya

Ketika meminta cerai, ada beberapa alasan yang dianggap syar’i dan tidak bisa sembarangan. Berikut beberapa alasannya:

1. Suami Tidak Menafkahi dan Memenuhi Hak Istri

Hak-hak itu termasuk nafkah, diberi tempat tinggal yang layak, dan dipergauli dengan baik. Termasuk juga jika suami perhitungan dan pelit dalam memenuhi kebutuhan dasar istri.

2. Suami Pergi dalam Waktu Lama

Keadaan ini dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah yang menimpa istri dan juga keadaan gawat darurat karena ditinggal sang suami lebih dari enam bulan. Ibnu Qudamah berkata, “Imam Ahmad, yaitu Ibn Hanbal rahimahullah ditanya, ‘berapa lama bagi laki-laki menghilang dari keluarganya?” dia berkata, “Diriwayatkan enam bulan.”

3. Suami Merendahkan Istrinya

Merendahkan disini termasuk perilaku kekerasan secara verbal atau non verbal seperti memukul, melaknat, dan mencela sekalipun tidak dilakukan berulang-ulang dengan alasan yang tidak masuk akal atau tanpa sebab.

4. Suami Fasik

Kefasikan suami disebabkan karena tidak melaksanakan kewajiban agama yang fardhu dan melakukan dosa-dosa besar, dimana jika suami tidak melakukannya bisa menyebabkan rusaknya akad nikah atau kekafiran. Jika sang istri sudah memberitahu namun tetap melakukannya atau semakin parah, maka istri wajib menceraikan untuk menjaga keutuhan keluarganya, anak, dan dirinya sendiri.

Itulah penjelasan mengenai hukum istri yang meminta cerai kepada suami dalam islam. Perceraian bukan hal yang bisa dilakukan dengan sembarang, ada aturan dan syarat tersendiri. Jika bunda ingin melakukannya, pikirkan baik-baik dan tidak gegabah ya, bunda.

Baca juga: