Penulis: Farichatul | Editor: Aufia

Seperti yang telah kita ketahui, dalam fiqih Islam najis terbagi menjadi 3 kategori. Yakni najis mukhaffafah atau ringan, najis mutawassithah atau sedang dan najis mugholadhoh atau berat. Pembagian tersebut berdasarkan pada tingkat dan cara menyucikannya. 

Nah, sebagai orang tua, Bunda wajib mengajarkan perihal najis kepada si kecil. Tujuannya, supaya ia mengerti dan memahami bab thaharah (kegiatan bersuci dari najis maupun hadats). Dalam hukum agama Islam, bersuci memiliki kedudukan yang sangat penting. Pasalnya, salah satu syarat sah sholat harus suci dari hadats dan najis. 

Ingin tahu lebih jauh mengenai najis? Pas banget, kali ini Catatan Bunda akan membahas perihal contoh dan cara menyucikan najis mutawassithah. Biar nggak makin penasaran, langsung scroll ke bawah, yuk Bund!

Pengertian Najis Mutawassithah

Kenali Contoh Najis Mutawwasithah dan Cara Menyucikannya! 2

Secara bahasa mutawassithah berarti sedang. Jadi, najis mutawassithah adalah najis kategori sedang alias tidak mudah disucikan seperti najis mukhaffafah, tetapi juga tidak terlalu sulit seperti najis mugholadhoh.

Contoh Najis Mutawassithah

Penyebab Darah Haid Menggumpal dan Hitam seperti Hati

Apa saja yang termasuk dalam contoh najis mutawassithah? Berikut daftarnya:

  1. Kotoran (najis) yang keluar dari qubul (lubang kemaluan) ataupun dubur manusia atau binatang, kecuali air mani. Contohnya: 
    • Air kencing: kecuali kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum mengonsumsi apapun kecuali ASI).
    • Air madzi (cairan bening dan lengket yang keluar dari kemaluan karena munculnya syahwat tanpa adanya rasa nikmat).
    • Air wadi (cairan putih, keruh, dan kental yang keluar setelah buang air kecil atau ketika membawa barang berat).
    • Kotoran atau tahi (termasuk kotoran ikan dan belalang).
      Menurut penjelasan Buya Yahya, kotoran ikan termasuk najis dan wajib dibersihkan sebelum dikonsumsi. Kecuali, pada ikan-kan tertentu yang susah dibersihkan, contohnya ikan teri (karena ukurannya kecil).
    • Darah haid maupun nifas.
  2. Barang cair yang memabukkan seperti arak, khamr, bir, dan lainnya. Sementara barang memabukkan yang tidak berbentuk cair, misalnya ganja, meski haram dikonsumsi namun tidak najis barangnya.
  3. Air susu hewan yang tidak halal dimakan. Misalnya susu singa, susu macan, susu kucing, dll. Sedangkan air susu hewan yang halal dikonsumsi hukumnya suci.
  4. Bangkai selain manusia, belalang, dan ikan. Yang dimaksud dengan ikan adalah semua binatang laut yang tidak bisa hidup di darat, meskipun namanya bukan ‘ikan’.
  5. Nanah yang keluar dari badan manusia. Karena nanah termasuk benda menjijikkan.
  6. Nanah yang bercampur dengan darah.
  7. Menurut mazhab Syafi’i, nanah juga termasuk najis karena nanah merupakan darah yang telah mengalami kerusakan.
  8. Beberapa ulama juga menyatakan bahwa bisa atau racunnya kalajengking, ular, dan hewan melata lainnya juga merupakan najis.
  9. Menurut ulama Syafiiyah, apapun yang keluar dari lambung, seperti muntahan dihukumi najis. Meskipun cairan atau makanan tersebut belum berubah bentuk dan warnanya.
    Sementara jika belum masuk lambung (masih di kerongkongan kemudian keluar lagi ke mulut), maka berstatus ‘bukan najis’. Begitu juga dengan apapun yang keluar dari dada (misalnya dahak), ingus, dan air ludah; ketiganya dihukumi ‘bukan najis

Lalu Bagaimana dengan Anggota Tubuh yang Terpotong dari Hewan yang Masih Hidup?

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Hakim, status najisnya sama seperti bangkai hewan tersebut. Jika bangkainya dihukumi suci, maka potongan anggota tubuhnya juga berstatus suci. Begitu juga sebaliknya.

Sebagaimana hadits berikut:

Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai” [HR Hakim].   

Namun, ketentuan di atas ada pengecualiannya, yaitu ketika bagian tubuh yang terpotong adalah bulu atau rambut hewan tersebut. Status najis rambut atau bulu hewan tergantung dengan halal haramnya hewan tersebut.

Jika rambut/ bulu yang rontok berasal dari hewan yang halal untuk dimakan (ayam, sapi, kambing, dll), maka statusnya suci/ tidak najis. Selama, bulu/ rambut tersebut tidak berada pada anggota tubuh hewan yang sengaja dipotong. Artinya, jika bulu tersebut menempel pada daging yang sengaja dipotong, maka hukumnya menjadi najis.

Sedangkan jika bulu tersebut berasal dari hewan yang tidak halal (tikus, harimau, singa, dll), maka hukumnya najis. 

Bagaimana dengan Bulu Kucing?

Dalam hal ini ulama mengkategorikannya sebagai najis, namun dihukumi sebagai najis  ma’fu (dimaafkan atau ditoleransi) dalam jumlah yang sedikit. Tak hanya itu saja, ditoleransi juga dalam jumlah yang besar bagi orang yang sering berinteraksi dengan kucing (seperti dokter hewan, pemotong  bulu hewan, atau petugas salon hewan). Ketentuan tersebut tertulis dalam  Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi.

Lantas, Bagaimana Cara Menyucikan Najis Mutawassithah?

Nah, supaya Bunda dapat memahami cara menyucikannya dengan baik dan benar, Bunda harus tahu terlebih dahulu kalau najis mutawassithah terbagi lagi menjadi dua, yaitu:

  • Najis ‘ainiyah adalah najis yang fisik, bau dan rasanya masih terlihat, tercium atau terasa.
  • Najis hukmiyah adalah najis yang secara fisik sudah tidak terlihat lagi, tapi masih dihukumi najis.

Najis mutawassithah dapat dibersihkan dengan dua langkah. Langkah pertama yaitu dengan menghilangkan fisik atau najis ‘ainiyah-nya. Langkah kedua yaitu dengan menghilangkan aspek najis hukmiyah-nya

Contohnya, Bunda ingin shalat di rumah, akan tetapi ternyata ada kotoran ayam di tengah mushola rumah Bunda. Maka cara membersihkannya adalah, buang kotoran ayam tersebut ke tong sampah, lalu siram dan pel lantai tersebut dengan air yang suci dan bisa menyucikan (bukan bekas dipakai) sampai bau bekas kotoran ayamnya hilang. 

Meskipun terkesan mudah, namun ada beberapa kasus cara membersihkan najis mutawassithah yang khusus, seperti bekas darah haid yang tembus ke lantai atau pakaian. Dalam kasus darah haid ini, banyak ulama’ yang berpendapat bahwa darah haid dapat disucikan dengan membersihkan ‘ainiyah darahnya dengan sabun dan air saja seperti najis mutawassithah pada umumnya. 

Akan tetapi, bekas darah haid yang tidak bisa atau susah dibersihkan mendapatkan toleransi. Artinya, tidak apa-apa jika menggunakan pakaian dengan bekas darah haid yang susah dibersihkan untuk ibadah. 

Lalu, bagaimana jika tidak ada air? Sama seperti menyucikan hadats, menyucikan najis mutawassithah juga bisa tidak menggunakan air kalau-kalau memang air sedang langka dan hanya cukup untuk minum saja. Caranya adalah dengan menggunakan debu, tisu, daun atau batu (untuk istinja’). 

Itulah contoh dan cara menyucikan najis mutawassithah yang wajib umat muslim ketahui. Pastikan Bunda mengajari si kecil mengenai hal ini, ya!

Baca Juga:

Sumber

Youtube Al-Bahjah TV. (2018). Apakah Terasi Najis? – Buya Yahya Menjawab. youtube.com

NU Online. (2019). Rontokan Bulu Kucing, Apakah Najis?. Islam.nu.or.id

NU Online. (2017). Mengenal Barang-barang Najis Menurut Fiqih. islam.nu.or.id