
Penulis: Farichatul | Editor: Aufia
Kata orang “ketika kamu menikah dengan seseorang, kamu tidak hanya akan menikah dengannya saja tapi juga dengan keluarganya”. Ini artinya dalam masyarakat timur khususnya Indonesia, peran keluarga akan terus terasa sampai si anak dalam keluarga tersebut menikah.
Yang menjadi pertanyaan adalah, ketika si anak tersebut menikah apakah dia wajib memberikan nafkah untuk keluarganya juga? Terlebih jika anak tersebut adalah laki-laki. Topik ini seringkali dibawa ke ranah diskusi mengingat tidak semua wanita menginginkan nafkah dan fokus suami terbagi.
Apabila Bunda merasa demikian dengan suami Bunda, maka ketahuilah kalau Bunda tidak sendiri dan apa yang Bunda rasakan tersebut adalah wajar adanya. Untuk memperluas wawasan Bunda, alangkah baiknya Bunda mengetahui hukum suami lebih mementingkan keluarga dibandingkan istrinya berikut ini.
Hukum Suami Menafkahi Istri dan Anak-Anaknya
Hukum suami menafkahi istri dan anak-anaknya adalah wajib. Hal ini jelas disebutkan dalam berbagai ayat Al Quran seperti, surah al Baqarah ayat 233, surah at Talaq ayat 7 dan disebutkan dalam hadits dalam berbagai periwayatan.
Dilansir dari eramuslim, kewajiban menafkahi suami ke istri ini termasuk kewajiban yang menuntut karena berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia sehingga penting bagi seorang suami untuk memastikan kebutuhan istri dan anak-anaknya terpenuhi.
Hukum Suami Menafkahi Keluarga
Terdapat sebuah hadits yang berbunyi:
أَنَّ أَعْرَابِيًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنَّ لِي مَالًا وَوَالِدًا، وَإِنَّ وَالِدِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي؟ قَالَ: ” أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ، إِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ، فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلَادِكُمْ
Artinya: “Saya memiliki harta dan orangtua, dan ayah saya ingin menghabiskan harta saya.” Maka Nabi SAW menjawab, “Engkau dan hartamu boleh dipakai orang tuamu. Sesungguhnya, anak-anak kalian termasuk penghasilan terbaik, maka makanlah dari penghasilan anak-anak kalian.” [HR Ahmad, no. 7001. Hadits ini dinilai shahih oleh beberapa Ulama’]
Rasulullah S.A.W pernah bersabda dalam sebuah hadits yang berbunyi:
ابْدَأْ بنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فإنْ فَضَلَ شيءٌ فَلأَهْلِكَ، فإنْ فَضَلَ عن أَهْلِكَ شيءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فإنْ فَضَلَ عن ذِي قَرَابَتِكَ شيءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا
“Mulailah dari dirimu sendiri, berilah nafkah pada dirimu. Jika ada kelebihan, maka berilah nafkah pada keluargamu. Jika sudah menafkahi keluargamu dan masih ada kelebihan, maka nafkahilah kerabatmu. Apabila sudah menafkahi kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka nafkahilah yang terdekat dan seterusnya” (HR. Muslim no. 997)
Bunda dapat membaca dari dua hadits di atas bahwasanya hukum suami memberi nafkah kepada keluarganya adalah boleh. Hanya saja, suami harus mendahulukan kebutuhannya dan istri serta anak-anaknya terlebih dahulu.
Hukum boleh ini akan jadi wajib kalau semisal kondisi orang tuanya tidak mampu atau Bunda dan Suami sudah memiliki penghasilan yang lebih dari cukup sehingga ada sebagian yang bisa dialokasikan untuk orang tua.
Bagaimana Menyikapi Suami Yang Menafkahi Keluarga
Bunda perlu mengetahui kalau suami yang menafkahi keluarganya (orang tua dan saudaranya) pertanda kalau sebenarnya suami tersebut sayang sama keluarga. Tapi, Bunda juga harus memastikan kalau kebutuhan Bunda dan anak-anak didahulukan.
Caranya tentu saja dengan membangun komunikasi yang baik. Usahakan juga Bunda tahu berapa uang yang dikirimkan suami untuk keluarganya, tujuannya supaya tidak ada rasa yang mengendap di hati. Karena, walau bagaimanapun kewajiban suami adalah memberi nafkah yang layak untuk istri dan anak-anak.
Baca Juga: