Penulis: Diana | Editor: Aufia

Rasa-rasanya belum sah ke Bali kalau belum menyaksikan tarian tradisional Bali. Yup, selain populer sebagai ‘surga dunia’, Bali juga menyimpan otentiknya warisan budaya dari para leluhur. Tarian tradisional adalah salah satu contohnya,

Dari ratusan tarian tradisional Bali, tentu Bunda tak asing dengan tari Legong dan tari Kecak, kan? Bukan tanpa alasan, soalnya kedua tarian ini merupakan tarian yang paling umum dipentaskan untuk wisatawan.

Ingin mengetahui sejarah serta filosofi Tari Legong dan Tari Kecak? Yuk, langsung scroll ke bawah, Bund! Ada ulasan menarik yang harus Bunda baca!

Tari Tradisional Bali: tari Legong 

Secara harfiah, ‘Legong’ berasal dari kata “leg” yang bermakna lentur dan luwes. Sedangkan “gong” bermakna gamelan, yaitu set alat musik tradisional Bali yang digunakan untuk mengiringi tarian ini. Hampir mirip seperti gamelan Jawa.

Sesuai dengan makna namanya, tari tradisional ini memadukan gerak lentur penari dengan bunyi dari instrumen gamelan. 

1. Sejarah Tari Legong

Melansir dari berbagai sumber, Tari Legong sudah ada jauh sebelum Tari Kecak diciptakan, yaitu sekitar abad 19. Sebelum populer seperti saat ini, pada mulanya Tari Legong ini hanya boleh dipentaskan di istana .

Ada fun fact yang wajib Bunda tahu, nih! Selain menyatukan gerak penari dengan suara gamelan, Tari Legong memiliki sejarah penciptaan yang unik!

Kisah Tari Legong berasal dari seorang pangeran Kerajaan Sukawati. Kala sedang sakit, beliau bermimpi menyaksikan dua gadis menari dan diiringi dengan suara gamelan. Sangat indah, itulah kesan pertamanya!

Setelah sembuh, pangeran tersebut mereka ulang gerakan-gerakan tari pada mimpinya menjadi gerakan tari dalam dunia nyata. Tak tanggung-tanggung, beliau juga mengajarkannya kepada para wanita yang berada di istana.

2. Filosofi Tari Legong

Unsur dan tema Tari Legong erat kaitannya dengan budaya dan nilai keagamaan masyarakat Bali. Gerakan tari Legong merupakan wujud ungkapan syukur dan terima kasih kepada para leluhur atau nenek moyang yang telah melimpahkan berkah untuk para keturunannya.

Namun, seiring berkembangnya zaman, makna filosofi tari Legong semakin meluas. Bukan sekedar ungkapan terima kasih namun juga bertransformasi menjadi tarian hiburan dan untuk menyambut wisatawan. 

Dengan berbagai unsur atau komposisi yang saling melengkapi; yaitu instrumen musik, penari, busana, tara rias, dan dekorasi panggung, tak heran kalau banyak yang terpesona dengan tarian ini.

Tari Tradisional Bali: Tari Kecak

Keunikan Tari Legong dan Kecak: Dari Sejarah Hingga Filosofi

“Cak, cak, cak, cak, cak” teriakan  itu sering kita dengar saat melihat tari Kecak. Dari teriakan itulah, akhirnya nama Kecak tercipta. 

Sama seperti Legong, tari Kecak juga sangat populer, lho! Bahkan sampai disebut sebagai magnet daya tarik wisatawan.

Tari Kecak juga memiliki filosofi dan sejarah yang panjang. Ingin mengetahuinya, berikut Bund

1. Sejarah Tari Kecak

Tari Kecak diciptakan oleh salah satu seniman Bali bernama Wayan Limbak pada tahun 1930-an. Saat itu, beliau memperkenalkan tarian ini dengan Walter Spies, pelukis Jerman yang tertarik dengan budaya Bali.

Kisah tari Kecak diangkat dari beberapa bagian kisah Ramayana. Dan seperti yang sudah Catatan Bunda ulas, nama kecak diambil dari teriakan “cak cak cak” para penarinya.

Berbeda dengan Tari Legong, alunan musik yang mengiringi tari Kecak adalah suara gemerincing gelang kaki yang dikenakan para penari. Simple, tapi justru suara inilah yang menjadi daya tarik bagi sebagian wisatawan. Ditambah dramatisnya kobaran api pada part Anoman obong.

Wayan dan Walter selalu berdiskusi untuk bisa menciptakan karya tarian secantik dan semenarik mungkin. Mereka juga mulai mengenalkan tarian ini ke kancah internasional. 

Sementara itu, di tanah kelahirannya, masyarakat Bali juga sering menampilkan tari kecak sebagai sambutan untuk tamu penting. Yang tadinya hanya ditampilkan di beberapa desa saja, hingga akhirnya merambah sampai seantero Bali. 

2. Filosofi Tari Kecak

Selain unik, tari Kecak juga memiliki nilai seni yang tinggi. Buktinya, meskipun tidak diiringi instrumen apapun, tapi para penari tetap mampu menunjukkan keselarasan tarian. Inilah yang menjadi nilai plus di mata penonton.

Filosofinya? Banyak pelajaran yang bisa didapat dari tari Kecak. Pertama, tokoh Rama yang mengajarkan agar selalu mengingat Tuhan. Tak sampai di situ saja, Rama juga mengajarkan sifat dermawan dan suka menolong. Sinta mengajarkan agar wanita bisa menjadi istri yang baik bagi suaminya dan tetap setia hingga ajal menjemput. 

Semetaran itu, tokoh Anoman mengajarkan agar manusia selalu berbuat baik walaupun terlahir berbeda. Seperti yang kita tahu Bund, Anoman adalah sosok pahlawan yang mempunyai wajah mirip seekor kera. Kita juga diajarkan untuk tidak serakah meski kaya ilmu pengetahuan seperti Rahwana.

Terlepas dari apa keyakinan kita, Tari Legong dan Tari Kecak memiliki sejarah dan filosofi luhur. Kedua warisan nenek moyang ini sudah sepantasnya kita lestarikan.

Baca Juga: