
Penulis: Aulia Elsa | Editor: Handa
Indonesia merupakan negara kepulauan yang tidak hanya mempunyai berbagai suku tapi juga budaya dan bahasa daerah. Itulah sebabnya ada berbagai macam pakaian adat di Indonesia, salah satunya adalah pakaian adat Jawa Tengah. Pakaian adat Jawa Tengah sendiri memiliki aneka ragam jenis, Bund! Dan sejalan dengan falsafah hidup suku Jawa, masing-masing pakaian tersebut juga memiliki fungsi dan nilai filosofis tersendiri.
Bunda ingin tahu apa saja? Simak artikel di bawah ini yuk! Jangan sampai ada yang terlewat ya Bunda!
1. Jawi Jangkep
Jawi Jangkep merupakan pakaian pengantin pria dalam upacara adat pernikahan di Jawa Tengah. Biasanya pakaian adat Jawi Jangkep terdiri dari beskap motif bunga atau polos. Makna filosofis dari baju adat ini adalah ‘piwulang sandhi’, dan kancing beskap melambangkan bahwa semua tindakan harus disertai dengan perhitungan/ pemikiran terlebih dahulu.
Pemakaian baju adat ini harus dilengkapi dengan alas kaki selop dan Blangkon. Sementara untuk bagian bawah menggunakan kain jarik panjang yang dililit pada bagian pinggang. Kemudian dilengkapi dengan menyelipkan keris sebagai simbol tolak bala energi negatif.
2. Surjan
Motif lurik atau garis-garis pada pakain adat Surjan melambangkan sebuah kesederhanaan. Biasanya model pakaian ini digunakan oleh laki-laki pada acara kebudayaan tertentu. Kalau di lingkungan keraton ukuran garis-garis atau lurik menunjukkan derajat atau pangkat sang pemakainya. Biasanya Surjan dipadukan dengan jarit dan blangkon.
3. Batik Jawa
Siapa tak kenal dengan batik? Pakaian ini sangat populer di masyarakat, bahkan hingga ke luar negeri. Dalam filosofi Jawa, pola batik melambangkan harapan dan doa-doa. Itulah sebabnya batik sering dikenakan dalam berbagai upacara adat masyarakat Jawa.
Tak hanya masyarakat adat, kini industri batik sudah semakin berkembang. Bahkan banyak desainer baju yang menyulap kain batik menjadi busana bernuansa modern. Sssttt, Bunda, sebagai warga negara Indonesia kita wajib berbangga hati nih! Soalnya batik telah ditetapkan UNESCO sebagai ‘warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi’.
4. Stagen
Bunda, sebenarnya kain stagen merupakan pelengkap pakaian tradisional Jawa. Kain ini memiliki panjang sekitar 5-10 meter dan lebar 15 centi. Ukurannya yang panjang melambangkan kesabaran, sama seperti proses pembuatannya yang memakan waktu lama.
Cara menggunakan stagen adalah dengan melilitkannya di pinggang setelah menggunakan kain panjang. Tujuannya untuk mengencangkan perut sehingga kain tersebut tidak melorot. Setelah itu, baru bisa menggunakan pakaian luar,misalnya kebaya atau beskap.
5. Basahan
Pakaian adat yang merupakan warisan Mataram ini biasanya digunakan pada upacara pernikahan. Dahulu, busana basahan hanya digunakan di lingkungan keluarga keraton saja. Namun saat ini, semua orang boleh memakainya.
Pemakaian basahan selalu identik dengan riasan Paes Ageng Kanigaran. Selain itu jenis pakaian ini juga disebut sebagai dodot. Sebab, memakai kain kemben panjang dan lebar.
Karena digunakan sebagai busana pernikahan, basahan memiliki arti filosofis berserah diri kepada Tuhan. Sedangkan setiap elemen riasan Paes Ageng bermakna doa atau harapan agar dapat hidup harmonis, selaras dengan alam, dan berpegang teguh pada petunjuk Sang Khalik.
6. Blangkon
Sama seperti kain stagen, blangkon juga merupakan pelengkap baju adat Jawa Tengah. Blangkon berupa penutup kepala yang terbuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria. Biasanya dipakai pada upacara pernikahan, acara adat dan lain-lain.
Blangkon merupakan simbol dari makrokosmos sedangkan kepala manusia adalah mikrokosmos. Dengan memakai blangkon, dapat dikatakan bahwa manusia adalah khalifah yang membutuhkan kekuatan Tuhan dalam menjalani kehidupannya. Uniknya ada beberapa jenis blangkon di Jawa, dengan ciri khasnya masing-masing yaitu Blangkon Kedu, Yogyakarta, Banyumas, dan Surakarta
Bunda, itulah pakaian adat Jawa Tengah yang anggun dan sarat makna filosofi. Dengan ulasan ini, semoga Bunda makin cinta tanah air ya!
Baca juga: